Melihat Orang Tua Semakin Menua Adalah Patah Hati Terberat Seorang Anak

Masih terbesit dalam ingatan ku beberapa masa yang lalu, ketika kepolosan ku masih mengudara, nasihat ayah dan ibu selalu terdengar bising di telinga, ”nak, kamu harus sekolah, tidak boleh malas dan tidak boleh menyerah, hidupmu akan lebih baik bila kamu bersekolah, ayah dan ibu akan senang melihatmu di balik layar sekalipun ayah dan ibu tidak lagi bersama-sama denganmu menjalani hidup. Ayah dan ibu dari kejauhan akan melihat dan bangga akan keberhasilanmu”
“Ingatlah ‘nak jangan pernah sekali-sekali menyombongkan apa yang sudah kamu raih tetapi pergunakanlah keahlian dan kebaikanmu dengan bijaksana, buatlah orang-orang tersenyum, buatlah mereka menjadi saksi nyata keberhasilanmu karena tidak ada kepuasan yang paling berarti selain membahagiakan orang lain di sekitarmu. Acuhkan celotehan yang menyudutkanmu buatlah dunia membuka mata kalau kamu bisa merubah dunia dengan secercah harapan pembawa kebahagiaan.”
Ayah, ibu, waktuku bersama kalian tidaklah lama, usia kalian sudah menua seiring pertumbuhanku.
Ayah, ibu, aku tahu dan pasti semua orang tahu kalau kalian menjual rasa malu kalian demi aku, demi selembar rupiah kalian korbankan martabat demi membiayai keberhasilanku, demi cita-cita yang ku inginkan.
Aku hanya membuang-buang uang yang sudah kalian hasilkan dengan jerih payah keringat kalian.
Ayah, ibu, aku sangat bangga pada kalian, aku sangat beruntung memiliki kedua orang tua yang begitu sayang dan memperhatikan kehidupanku sedari kecil sampai saat sekarang ini.
Ayah, ibu, bukan dengan keberhasilan aku bangkit, aku bisa bangkit dari kesalahan karena dukungan kalian, aku yakin Tuhan pasti senang karena ayah dan ibu sudah mendidikku dengan baik. Semoga ayah dan ibu menjadi teladan bagi saya.
”ayah, ibu, terimakasih untuk segala pengorbanan yang telah kalian korbankan buat aku, aku berjanji pada diriku sendiri sehidup dan semati aku akan membuat hidupku lebih baik, aku akan membahagiakan kalian aku tidak mau melihat hari tua kalian dengan air mata dan penyesalan.
Tuhan, ijinkanlah orang tuaku melihat keberhasilanku sebelum engkau memisahkan aku dengannya. Ingin ku bayar semua yang telah mereka lakukan dengan melihatnya bahagia.
Ingin ku melihat mereka bahagia. Melihat anaknya yang yadulunya nakal, pembangkang, akhirnya bisa meraih keberhasilan. Bahagia mereka adalah semangat hidupku.
Aku yakin seyakin-yakinnya bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita semua bila kita berjalan di jalanNYA.”
Andi Bau Ratu Ningsih